kali ini saya ingin membagi informasi mengenai negara yang satu ini yaitu negara jepang karena negara jepang mempunyai budaya yang unik dan beraneka ragam, kayanya kepan jangin nih intronya mending lagsung aja deh di baca dari pada dengerin ocehan ane yang ngg jelas
Jepang adalah salah satu Negara yang berada di kawasan asia.
Negara ini juga dijuluki Negara matahari karena sebagian masyrakatnya mempunyai
kepercayaan kepada matahari. Namun Negara ini tidak hanya dikenal dengan itu
juga dikenal dengan budaya-budayanya. berikut beberapa contoh kebudayaan
jepang: Shodo- Samurai, Shogun, Baju tradisional jepang, Upacara minum the, Origami,
Etika Budaya Masyarakat Jepang, Dorama, dan
musik nya,dll.
Saya akan memberikan beberapa contoh dari budaya yang ada di
jepang mungkin saya tidak bisa memberikan banyak contoh budayanya karena budaya
jepang rumayan banyak silahkan membaca sedikit mengenai budaya yang ada di
jepang:
1. Ikébana
Ikébana (生花?) adalah seni merangkai bunga yang memanfaatkan
berbagai jenis bunga, rumput-rumputan dan tanaman dengan tujuan untuk dinikmati
keindahannya. Ikebana berasal dari Jepang tapi telah meluas ke seluruh dunia.
Dalam bahasa Jepang, Ikebana juga dikenal dengan istilah kadō (華道?, ka, bunga;
do, jalan kehidupan) yang lebih menekankan pada aspek seni untuk mencapai
kesempurnaan dalam merangkai bunga.
Di dalam Ikebana terdapat berbagai macam aliran yang
masing-masing mempunyai cara tersendiri dalam merangkai berbagai jenis bunga.
Pada umumnya, bunga yang dirangkai dengan teknik merangkai
dari Barat (flower arrangement) terlihat sama indahnya dari berbagai sudut
pandang secara tiga dimensi dan tidak perlu harus dilihat dari bagian depan.
Berbeda dengan seni merangkai bunga dari Barat yang bersifat
dekoratif, Ikebana berusaha menciptakan harmoni dalam bentuk linier, ritme dan
warna. Ikebana tidak mementingkan keindahan bunga tapi pada aspek pengaturannya
menurut garis linier. Bentuk-bentuk dalam Ikebana didasarkan tiga titik yang mewakili
langit, bumi, dan manusia.
2. Samurai
Istilah samurai ( 侍), pada awalnya mengacu kepada “seseorang
yang mengabdi kepada bangsawan”. Pada zaman Nara, (710 – 784), istilah ini
diucapkan saburau dan kemudian menjadi saburai. Selain itu terdapat pula
istilah lain yang mengacu kepada samurai seperti bushi. Istilah bushi ( 武士) yang berarti “orang
yang dipersenjatai/kaum militer”, pertama kali muncul di dalam Shoku Nihongi ( 続日本紀),
pada bagian catatan itu tertulis “secara umum, rakyat dan pejuang (bushi)
adalah harta negara”. Kemudian berikutnya istilah samurai dan bushi menjadi
sinonim pada akhir abad ke-12 (zaman Kamakura).
Pada zaman Azuchi-Momoyama (1573 – 1600) dan awal zaman Edo
(1603), istilah saburai berubah menjadi samurai yang kemudian berubah
pengertian menjadi “orang yang mengabdi”.Namun selain itu dalam sejarah militer
Jepang, terdapat kelompok samurai yang tidak terikat/mengabdi kepada seorang
pemimpin/atasan yang dikenal dengan rōnin (浪人). Rōnin ini sudah ada sejak zaman
Muromachi (1392). istilah rōnin digunakan bagi samurai tak bertuan pada zaman
Edo (1603 – 1867). Dikarenakan adanya pertempuran yang berkepanjangan sehingga
banyak samurai yang kehilangan tuannya. kehidupan seorang rōnin bagaikan ombak
dilaut tanpa arah tujuan yang jelas. Ada beberapa alasan seorang samurai
menjadi rōnin. Seorang samurai dapat mengundurkan diri dari tugasnya untuk
menjalani hidup sebagai rōnin. Adapula rōnin yang berasal dari garis keturunan,
anak seorang rōnin secara otomatis akan menjadi rōnin. Eksistensi rōnin makin
bertambah jumlahnya diawali berakhirnya perang Sekigahara (1600), yang
mengakibatkan jatuhnya kaum samurai/daimyo yang mengakibatkan para samurai
kehilangan majikannya. Dalam catatan sejarah militer di Jepang, terdapat
data-data yang menjelaskan bahwa pada zaman Nara (710 – 784), pasukan militer
Jepang mengikuti model yang ada di Cina dengan memberlakukan wajib militer dan
dibawah komando langsung Kaisar. Dalam peraturan yang diberlakukan tersebut
setiap laki-laki dewasa baik dari kalangan petani maupun bangsawan, kecuali
budak, diwajibkan untuk mengikuti dinas militer. Secara materi peraturan ini
amat berat, karena para wakil tersebut atau kaum milter harus membekali diri
secara materi sehingga banyak yang menyerah dan tidak mematuhi peraturan tersebut.
Selain itu pula pada waktu itu kaum petani juga dibebani wajib pajak yang cukup
berat sehingga mereka melarikan diri dari kewajiban ini.
Pasukan yang kemudian
terbentuk dari wajib militer tersebut dikenal dengan sakimori ( 防人) yang secara
harfiah berarti “pembela”, namun pasukan ini tidak ada hubungannya dengan
samurai yang ada pada zaman berikutnya.Setelah tahun 794, ketika ibu kota
dipindahkan dari Nara ke Heian (Kyoto), kaum bangsawan menikmati masa
kemakmurannya selama 150 tahun dibawah pemerintahan kaisar. Tetapi,
pemerintahan daerah yang dibentuk oleh pemerintah pusat justru menekan para
penduduk yang mayoritas adalah petani. Pajak yang sangat berat menimbulkan
pemberontakan di daerah-daerah, dan mengharuskan petani kecil untuk bergabung dengan
tuan tanah yang memiliki pengaruh agar mendapatkan pemasukan yang lebih besar.
Dikarenakan keadaan negara yang tidak aman, penjarahan
terhadap tuan tanah pun terjadi baik di daerah dan di ibu kota yang memaksa
para pemilik shoen (tanah milik pribadi) mempersenjatai keluarga dan para
petaninya. Kondisi ini yang kemudian melahirkan kelas militer yang dikenal
dengan samurai.Kelompok toryo (panglima perang) dibawah pimpinan keluarga Taira
dan Minamoto muncul sebagai pemenang di Jepang bagian Barat dan Timur, tetapi
mereka saling memperebutkan kekuasaan. Pemerintah pusat, dalam hal ini keluarga
Fujiwara, tidak mampu mengatasi polarisasi ini, yang mengakibatkan berakhirnya
kekuasaan kaum bangsawan. Kaisar Gonjo yang dikenal anti-Fujiwara, mengadakan
perebutan kekuasaan dan memusatkan kekuasaan politiknya dari dalam o-tera yang
dikenal dengan insei seiji. Kaisar Shirakawa,menggantikan kaisar Gonjo akhirnya
menjadikan o-tera sebagai markas politiknya. Secara lihai, ia memanfaatkan
o-tera sebagai fungsi keagamaan dan fungsi politik.Tentara pengawal o-tera,
souhei ( 僧兵) pun ia bentuk, termasuk memberi sumbangan tanah (shoen) pada
o-tera. Lengkaplah sudah o-tera memenuhi syarat sebagai “negara” di dalam
negara. Akibatnya, kelompok kaisar yang anti pemerintahan o-tera mengadakan
perlawanan dengan memanfaatkan kelompok Taira dan Minamoto yang sedang
bertikai.Keterlibatan Taira dan Minamoto dalam pertikaian ini berlatar belakang
pada kericuhan yang terjadi di istana menyangkut perebutan tahta, antara
Fujiwara dan kaisar yang pro maupun kotra terhadap o-tera. Perang antara
Minamoto, yang memihak o-tera melawan Taira, yang memihak istana, muncul dalam
dua pertempuran besar yakni Perang Hogen (1156) dan Perang Heiji (1159).
Peperangan akhirnya dimenangkan oleh Taira yang menandai perubahan besar dalam
struktur kekuasaan politik. Untuk pertama kalinya, kaum samurai muncul sebagai
kekuatan politik di istana.Taira pun mengangkat dirinya sebagai kuge ( 公家-
bangsawan kerajaan), sekaligus memperkokoh posisi samurai-nya. Sebagian besar
keluarganya diberi jabatan penting dan dinobatkan sebagai bangsawan Keangkuhan
keluarga Taira akhirnya melahirkan konspirasi politik tingkat tinggi antara
keluarga Minamoto (yang mendapat dukungan dari kaum bangsawan) dengan kaisar
Shirakawa, yang pada akhirnya mengantarkan keluarga Minamoto mendirikan
pemerintahan militer pertama di Kamakura (Kamakura Bakufu; 1192 – 1333).
Ketika Minamoto Yoritomo wafat pada tahun 1199, kekuasaan
diambil alih oleh keluarga Hojo yang merupakan pengikut Taira. Pada masa kepemimpinan
keluarga Hojo (1199 -1336), ajaran Zen masuk dan berkembang di kalangan
samurai. Para samurai mengekspresikan Zen sebagai falsafah dan tuntunan hidup
mereka.Pada tahun 1274, bangsa Mongol datang menyerang Jepang. Para samurai
yang tidak terbiasa berperang secara berkelompok dengan susah payah dapat
mengantisipasi serangan bangsa Mongol tersebut. Untuk mengantisipasi serangan
bangsa Mongol yang kedua (tahun 1281), para samurai mendirikan tembok
pertahanan di teluk Hakata (pantai pendaratan bangsa mongol) dan mengadopsi
taktik serangan malam. Secara menyeluruh, taktik berperang para samurai tidak
mampu memberikan kehancuran yang berarti bagi tentara Mongol, yang menggunakan
taktik pengepungan besar-besaran, gerak cepat, dan penggunaan senjata baru
(dengan menggunakan mesiu). Pada akhirnya, angin topanlah yang menghancurkan
armada Mongol, dan mencegah bangsa Mongol untuk menduduki Jepang. Orang Jepang
menyebut angin ini kamikaze (dewa angin).Dua hal yang diperoleh dari penyerbuan
bangsa Mongol adalah pentingnya mobilisasi pasukan infantri secara
besar-besaran, dan kelemahan dari kavaleri busur panah dalam menghadapi
penyerang. Sebagai akibatnya, lambat laun samurai menggantikan busur-panah
dengan “pedang” sebagai senjata utama samurai. Pada awal abad ke-14, pedang dan
tombak menjadi senjata utama di kalangan panglima perang. Pada zaman Muromachi
(1392 – 1573), diwarnai dengan terpecahnya istana Kyoto menjadi dua, yakni
Istana Utara di Kyoto dan Istana Selatan di Nara.
Selama 60 tahun terjadi perselisihan sengit antara Istana
Utara melawan Istana Selatan (nambokuchō tairitsu).Pertentangan ini memberikan
dampak terhadap semakin kuatnya posisi kaum petani dan tuan tanah daerah (shugo
daimyō) dan semakin lemahnya shogun Ashikaga di pemerintahan pusat. Pada masa
ini, Ashikaga tidak dapat mengontrol para daimyō daerah. Mereka saling
memperkuat posisi dan kekuasaannya di wilayah masing-masing. Setiap Han13
seolah terikat dalam sebuah negara-negara kecil yang saling mengancam. Kondisi
ini melahirkan krisis panjang dalam bentuk perang antar tuan tanah daerah atau
sengoku jidai (1568 – 1600). Tetapi krisis panjang ini sesungguhnya merupakan
penyaringan atau kristalisasi tokoh pemersatu nasional, yakni tokoh yang mampu
menundukkan tuan-tuan tanah daerah, sekaligus menyatukan Jepang sebagai “negara
nasional” di bawah satu pemerintahan pusat yang kuat. Tokoh tersebut adalah
Jenderal Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi.Oda Nobunaga, seorang keturunan
daimyo dari wilayah Owari dan seorang ahli strategi militer, mulai menghancurkan
musuh-musuhnya dengan cara menguasai wilayah Kinai, yaitu Osaka sebagai pusat
perniagaan, Kobe sebagai pintu gerbang perdagangan dengan negara luar, Nara
yang merupakan “lumbung padi”, dan Kyoto yang merupakan pusat pemerintahan
Bakufu Muromachi dan istana kaisar.Strategi terpenting yang dijalankannya
adalah Oda Nobunaga dengan melibatkan agama untuk mencapai ambisinya. Pedagang
portugis yang membawa agama Kristen, diberi keleluasaan untuk menyebarkan agama
itu di seluruh Jepang. Tujuan strategis Oda dalam hal ini adalah agar ia secara
leluasa dapat memperoleh senjata api yang diperjualbelikan dalam kapal-kapal
dagang Portugis, sekaligus memonopoli perdagangan dengan pihak asing.
Dengan memiliki senjata api (yang paling canggih pada masa
itu), Oda akan dapat menundukkan musuh-musuhnya lebih cepat dan mempertahankan
wilayah yang telah dikuasainya serta membentuk pemerintahan pusat yang kokoh.
Oda Nobubunaga membangun benteng Azuchi Momoyama pada tahun 1573 setelah
berhasil menjatuhkan Bakufu Muromachi. Strategi Oda dengan melindungi agama
Kristen mendatangkan sakit hati bagi pemeluk agama Budha. Pada akhirnya, ia
dibunuh oleh pengikutnya sendiri, Akechi Mitsuhide, seorang penganut agama
Budha yang fanatik, pada tahun 1582 di Honnoji, sebelum ia berhasil menyatukan
seluruh Jepang.Toyotomi Hideyoshi, yang merupakan pengikut setia Oda,
melanjutkan penyatuan Jepang, dan tugasnya ini dituntaskan pada tahun 1590
dengan menaklukkan keluarga Hojo di Odawara dan keluarga Shimaru di Kyushu tiga
tahun sebelumnya. Terdapat dua peraturan penting yang dikeluarkan Toyotomi :
taiko kenchi (peraturan kepemilikan tanah) dan katana garirei (peraturan
perlucutan pedang) bagi para petani. Kedua peraturan ini secara strategis
bermaksud “mengontrol” kekayaan para tuan tanah dan mengontrol para petani agar
tidak melakukan perlawanan atau pemberontakan bersenjata. Keberhasilan Toyotomi
menaklukkan seluruh tuan tanah mendatangkan masalah tersendiri. Semangat menang
perang dengan energi pasukan yang tidak tersalurkan mendatangkan ancaman
internal yang menjurus kepada disintegrasi bagi keluarga militer yang tidak
puas atas kemenangan Toyotomi. Dalam hal inilah Toyotomi menyalurkan kekuatan
dahsyat tersebut untuk menyerang Korea pada tahun 1592 dan 1597. Sayang
serangan ini gagal dan Toyotomi wafat pada tahun 1598, menandakan awal
kehancuran bakufu Muromachi.Kecenderungan terdapat perilaku bawahan terhadap
atasan yang dikenal dengan istilah gekokujō ini telah muncul tatkala Toyotomi
menyerang Korea. Ketika itu, Tokugawa Ieyasu mulai memperkuat posisinya di
Jepang bagian timur, khususnya di Edo (Tokyo). Kemelut ini menyulut perang
besar antara kelompok-kelompok daimyo yang memihak Toyotomi melawan daimyo yang
memihak Tokugawa di medan perang Sekigahara pada tahun 1600. Kemenangan berada
di pihak Tokugawa di susul dengan didirikannya bakufu Edo pada tahun 1603.
3. Shogun
Shogun (将軍 /Shōgun) adalah istilah bahasa Jepang yang
berarti jenderal. Dalam konteks sejarah Jepang, bila disebut pejabat shogun
maka yang dimaksudkan adalah Sei-i Taishōgu (征夷大将軍) yang berarti Panglima
Tertinggi Pasukan Ekspedisi melawan Orang Biadab (istilah "Taishōgun"
berarti panglima angkatan bersenjata). Sei-i Taishōgun merupakan salah satu
jabatan jenderal yang dibuat di luar sistem Taihō Ritsuryō. Jabatan Sei-i
Taishōgun dihapus sejak Restorasi Meiji. Walaupun demikian, dalam bahasa
Jepang, istilah shōgun yang berarti jenderal dalam kemiliteran tetap digunakan
hingga sekarang.Sejak zaman Nara hingga zaman Heian, jenderal yang dikirim
untuk menaklukkan wilayah bagian timur Jepang disebut Sei-i Taishōgun,
disingkat shogun. Jabatan yang lebih rendah dari Sei-i Taishōgun disebut
Seiteki Taishōgun (征狄大将軍 panglima penaklukan orang barbar?) dan Seisei
Taishōgun (征西大将軍panglima penaklukan wilayah barat?). Gelar Sei-i Taishōgun
diberikan kepada panglima keshogunan (bakufu) sejak zamanKamakura hingga zaman
Edo. Shogun adalah juga pejabat Tōryō(kepala klan samurai) yang didapatkannya
berdasarkan garis keturunan.Pejabat shogun diangkat dengan perintah kaisar, dan
dalam praktiknya berperan sebagai kepala pemerintahan/penguasa Jepang. Negara
asing mengganggap shogun sebagai "raja Jepang", namun secara resmi
shogun diperintah dari istana kaisar, dan bukan penguasa yang sesungguhnya.
Kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan Kaisar Jepang.
·
Sejarah
Zaman Nara dan zaman Heian
Kata "Sei-i" dalam Sei-i Taishōgun berarti
penaklukan suku Emishi yang tinggal di wilayah timur Jepang. Suku Emishi
dinyatakan sebagai orang barbar oleh orang Jepang zaman dulu. Sei-i Taishōgun
memimpin pasukan penyerang dari arah pesisir Samudra Pasifik, dan di bawah
komandonya terdapat Seiteki Taishōgun yang memimpin pasukan penyerang dari arah
pesisir Laut Jepang. Selain itu dikenal Seisei Taishōgun yang memimpin pasukan
penakluk wilayah Kyushu di bagian barat Jepang.Dalam perkembangannya, istilah
"Sei-i" (penaklukan suku Emishi) diganti pada zaman Hōki menjadi
"Sei-tō" (penaklukan wilayah Timur). Namun istilah "penaklukan
suku Emishi" (Sei-i) kembali digunakan sejak tahun 793. Istilah
"Sei-i Shōgun" (jenderal penaklukan suku Emishi) mulai dipakai dalam
dokumen resmi sejak tahun 720 (Yōrō tahun 4 bulan 9 hari 29) ketika Tajihi
Agatamori diangkat sebagai Sei-i Shōgun.Istilah "Sei-tō Shōgun"
(jenderal penaklukan wilayah timur) mulai dipakai sejak tahun 788 seperti
catatan sejarah yang ditulis Ki no Kosami (730-797) yang ikut serta dalam
ekspedisi ke wilayah timur.Pada tahun 790, Ōtomo no Otomaro ditugaskan sebagai
Sei-tō Taishi (Duta Besar Penaklukan Wilayah Timur). Dua tahun kemudian, nama
jabatan tersebut diganti menjadi Sei-i Shi (征夷使?,Duta Penaklukan Wilayah
Timur), atau bisa juga disebut Sei-i Shōgun (Jenderal Penaklukan Wilayah
Timur).Sakanoue no Tamuramaro diangkat sebagai Sei-i Taishōgun pada tahun 797
setelah sebelumnya menjabat Wakil Duta Penaklukan Wilayah Timur sekaligus Wakil
Duta Penaklukan Suku Emishi di bawah komando Ōtomo no Otomaro. Pemimpin Emishi
bernama Aterei yang bertempur pantang menyerah akhirnya berhasil ditangkap oleh
Tamuramaro dan dibawa ke ibu kota, sedangkan selebihnya berhasil ditaklukkan.
Pada praktiknya, Sakanoue no Tamuramaro adalah Sei-i
Taishōgun yang pertama atas jasanya menaklukkan suku Emishi.Selanjutnya dalam
rangka peperangan melawan Emishi, Funya no Watamarodiangkat sebagai Sei-i
Shogun (Jenderal Penaklukan Suku Emishi) pada tahun 811. Perang dinyatakan
berakhir pada tahun yang sama, dan wakil shogun bernama Mononobe no Taritsugu
naik pangkat sebagai Chinju Shōgun. Istilah "chinjufu" berarti
pangkalan militer yang terletak di Provinsi Mutsu. Setelah itu, jabatan Sei-i
Shōgun kembali dipulihkan sejak tahun 814.Zaman KamakuraMinamoto no
Yoritomomemulai karier militer sebagai Tōryō (kepala klan Minamoto) di wilayah
Kanto. Jabatan kepala klan bukan merupakan jabatan resmi di bawah sistem hukum
Ritsuryō, dan kedudukan Yoritomo tidak jauh berbeda dengan Taira no
Masakadoatau pemimpin pemberontak lain di daerah.Pada tahun 1190, Yoritomo
diangkat sebagai jenderal pengawal kaisar (Ukone no Taishō) yang merupakan
posisi resmi dalam pemerintahan. Jabatan sebagai jenderal pengawal kaisar
mengharuskannya tinggal di ibu kota Kyoto. Jabatan ini tidak sesuai bagi
Yoritomo yang berambisi menguasai secara total wilayah Kanto. Yoritomo
mengundurkan diri dari jabatan jenderal pengawal kaisar, namun tetap
mempertahankan hak istimewa sebagai mantan jenderal tertinggi (Sakino-u
Taishō).Setelah mantan Kaisar Go-Shirakawa mangkat, Minamoto Yoritomo diangkat
sebagai Sei-i Taishōgun pada tanggal 21 Agustus 1192. Pemerintahan militer yang
didirikan Yoritomo di Kamakura dikenal sebagai Keshogunan Kamakura.
4. Baju
tradisional Jepang
ü
.
Kimono
Kimono (着物) adalah pakaian tradisional Jepang. Arti harfiah
kimono adalah baju atau sesuatu yang dikenakan (ki berarti pakai, dan mono
berarti barang).Pada zaman sekarang, kimono berbentuk seperti huruf
"T", mirip mantel berlengan panjang dan berkerah. Panjang kimono
dibuat hingga ke pergelangan kaki. Wanita mengenakan kimono berbentuk baju
terusan, sementara pria mengenakan kimono berbentuk setelan. Kerah bagian kanan
harus berada di bawah kerah bagian kiri. Sabuk kain yang disebut obi dililitkan
di bagian perut/pinggang, dan diikat di bagian punggung. Alas kaki sewaktu
mengenakan kimono adalah zōri atau geta.Kimono sekarang ini lebih sering
dikenakan wanita pada kesempatan istimewa. Wanita yang belum menikah mengenakan
sejenis kimono yang disebut furisode.
Ø
Ciri khas furisode adalah lengan yang lebarnya
hampir menyentuh lantai. Perempuan yang genap berusia 20 tahun mengenakan
furisode untuk menghadiri eijin shiki. Pria mengenakan kimono pada pesta
pernikahan, upacara minum teh, dan acara formal lainnya. Ketika tampil di luar
arena sumo, pesumo profesional diharuskan mengenakan kimono.
Ø
Anak-anak mengenakan kimono ketika menghadiri
perayaan Shichi-Go-San. Selain itu, kimono dikenakan pekerja bidang industri
jasa dan pariwisata, pelayan wanita rumah makan tradisional (ryōtei) dan
pegawai penginapan tradisional (ryokan).Pakaian pengantin wanita tradisional
Jepang (hanayome ishō) terdiri dari furisode dan uchikake (mantel yang
dikenakan di atas furisode).
Furisode untuk pengantin wanita berbeda dari furisode untuk
wanita muda yang belum menikah. Bahan untuk furisode pengantin diberi motif
yang dipercaya mengundang keberuntungan, seperti gambar burung jenjang. Warna
furisode pengantin juga lebih cerah dibandingkan furisode biasa. Shiromuku
adalah sebutan untuk baju pengantin wanita tradisional berupa furisode berwarna
putih bersih dengan motif tenunan yang juga berwarna putih.Sebagai pembeda dari
pakaian Barat (yōfuku) yang dikenal sejak zaman Meiji, orang Jepang menyebut
pakaian tradisional Jepang sebagai wafuku (和服, pakaian Jepang). Sebelum
dikenalnya pakaian Barat, semua pakaian yang dipakai orang Jepang disebut
kimono. Sebutan lain untuk kimono adalah gofuku (呉服). Istilah gofuku mulanya
dipakai untuk menyebut pakaian orang negara Dong Wu (bahasa Jepang : negara Go)
yang tiba di Jepang dari daratan Cina.
ü
.Kimono wanita
Terselubung yang dikandung masing-masing jenis kimono.
Tingkat formalitas kimono wanita ditentukan oleh pola tenunan dan warna, mulai
dari kimono paling formal hingga kimono santai. Berdasarkan jenis kimono yang
dipakai, kimono bisa menunjukkan umur pemakai, status perkawinan, dan tingkat
formalitas dari acara yang dihadiri.
Tomesode (留袖?) adalah kimono paling formal untuk wanita yang
sudah menikah. Tomesode darikain krep berwarna hitam disebut kurotomesode
(tomesode hitam), sedangkan tomesode dari kain krep berwarna disebut
irotomesode (tomesode warna). Menurut urutan tingkat formalitas, tomesode
adalah pakaian paling formal setara dengan baju malam. Istilah tomesode berasal
tradisi wanita yang sudah menikah atau sudah menjalani genbuku untuk
memperpendek lenganfurisode yang dikenakannya semasa gadis. Kurotomesode hanya
dikenakan sebagai pakaian formal ke pesta pernikahan sanak keluarga,
pesta-pesta, serta upacara yang sangat resmi. Kimono jenis ini merupakan pakaian
yang dikenakan istri nakōdo sewaktu hadir di pesta pernikahan. Bahan untuk
kurotomesode adalah kain krep hitam tanpa motif tenun. Corak pertanda
keberuntungan seperti burung jenjang atau seruniberada pada bagian bawah
kimono. Posisi corak kain disesuaikan dengan usia pemakai, semakin berumur
pemakainya, corak kain makin diletakkan di bawah. Lambang keluarga berjumlah
lima buah: satu di punggung, sepasang di belakang lengan, dan sepasang di dada
bagian atas. Berbeda dengan kurotomesode, irotomesode tidak selalu harus
dihiasi lima buah lambang keluarga. Sesuai formalitas acara yang ingin dihadiri
pemakai, irotomesode cukup dilengkapi tiga buah lambang keluarga (satu di
punggung, sepasang di bagian belakang lengan) atau cukup satu di bagian
punggung. Irotomesode dikenakan sebagai pakaian formal sewaktu diundang ke
pesta pernikahan sanak keluarga, pesta dan upacara resmi. Kain untuk
irotomesode bisa berupa kain krep tanpa motif tenun atau kain krep dengan motif
tenun seperti monishō, rinzu, dan shusuji. Wanita yang belum menikah juga boleh
mengenakan irotomesode, namun bila sudah berumur atau ketika tidak ingin
mengenakan homongi. Upacara resmi di istana kaisar dihadiri tamu dengan
mengenakan irotomesode. Hitam sebagai warna duka merupakan alasan tidak
dipakainya.
Furisode (振袖?) adalah
kimono berlengan lebar yang dikenakan wanita muda yang belum menikah. Dibuat
dari bahan berwarna cerah, motif kain berupa bunga dan tanaman, keindahanmusim,
binatang, atau burung yang digambar dengan tangan memakai teknik yuzen. Kain
bisa bertambah mewah dengan tambahan bordiran benang emas. Bukaan di bagian
lengan kimono yang berdekatan dengan ketiak disebut furiyatsuguchi (振八つ口?)
Bukaan tersebut sengaja tidak dijahit hingga membentuk
kantong lengan baju yang disebuttamoto (袂?) hingga ke bagian ujung lengan
kimono. Lebar tamoto pada furisode bisa mencapai 114 cm atau menjuntai hingga
sekitar pergelangan kaki.
Menurut urutan tingkat formalitas, furisode adalah kimono
paling formal setara dengankurotomesode, irotomesode, dan homongi. Furisode
dikenakan sebagai pakaian terbaik untukpesta perkawinan (ketika hadir sebagai
tamu atau sebagai baju pengantin wanita), miai, dan upacara resmi, seperti
seijin shiki, wisuda, atau resepsi sesudah wisuda (shaonkai). Alas kaki untuk
furisode adalah zōri berhak tinggi.
Homongi (訪問着 Hōmon-gi?) adalah salah satu jenis kimono
formal untuk wanita yang menikah atau belum menikah.Menurut urutan tingkat
formalitas, homongi berada setingkat di bawah irotomesode.Dikenakan bersama
fukuro obi, homongi dipakai sewaktu diundang ke pesta pernikahan yang bukan
diadakan sanak keluarga, upacara minum teh, merayakan tahun baru, dan
pesta-pesta.[1] Sewaktu membeli kimono, pemakai bisa memesan lebar lengan
kimono sesuai keinginan. Wanita yang belum menikah memakai homongi dengan
bagian lengan yang lebih lebar.
Ciri khas homongi disebut eba (絵羽?) yakni corak kain yang
saling tepat bertemu di perpotongan kain (bagian jahitan kimono).[1] Bila
sehelai homongi dibeberkan, maka corak kain akan membentuk sebuah gambar utuh.
Homongi dibuat dari bahan (tanmono) warna putih polos. Setelah bahan dipotong
sesuai ukuran tubuh pemakai, kain dijelujur untuk membuat kimono sementara.
Corak kain dilukis pada permukaan kain dengan memperhatikan letak perpotongan
kain. Setelah kain selesai dilukis, jahitan sementara dibuka, dan proses pencelupan
kain dimulai. Setelah pencelupan selesai, kain dijahit kembali sebelum
diserahkan kepada pemesan. Corak yang saling bertemu di perpotongan kain
merupakan perbedaan mencolok antara homongi dan tsukesage.
Iromuji adalah kimono semiformal, tetapi bisa dijadikan
kimono formal bila iromuji memiliki lambang keluarga(kamon). Iromuji terbuat
dari bahan yang berwarna lembut seperti pink, biru muda, atau kuning dan warna
lembut lainnya. Iromuji dapat digunakan pada acara pernikahan jika jumlah
lambang keluarga ada lima. Tetapi jika hanya satu, pakaian ini dapat digunakan
saat acara minum teh.
Komon adalalah kimono santai untuk wanita yang sudah/belum
menikah. Ciri khas kimono jenis ini adalah bermotif sederhana dan berukuran
kecil-kecil yang berulang. Komon dikenakan untuk menghadiri pesta reuni, makan
malam, bertemu dengan teman atau menonton pertunjukan digedung.
Tsumugi adalah kimono yang dipakai untuk bersantai dirumah
dan dapat digunakan untuk wanita yang sudah/belum menikah. Kimono jenis ini
dapat digunakan saat keluar rumah seperti berbelanja atau berjalan-jalan. Bahan
yang digunakan adalah katun ataupun sutra kelas rendah yang tebal dan kasar.
Yukata (浴衣?, baju sesudah mandi) adalah jenis kimono yang
dibuat dari bahan kain katun tipis tanpa pelapis. Dibuat dari kain yang mudah
dilewati angin, yukata dipakai agar badan menjadi sejuk di sore hari atau
sesudah mandi malam berendam dengan air panas.
Menurut urutan tingkat formalitas, yukata adalah kimono
nonformal yang dipakai pria dan wanitapada kesempatan santai di musim panas,
misalnya sewaktu melihat pesta kembang api, matsuri(ennichi), atau menari pada
perayaan obon. Yukata dapat dipakai siapa saja tanpa mengenal status, wanita
sudah menikah atau belum menikah.
Gerakan dasar yang harus dikuasai dalam nihon buyo selalu
berkaitan dengan kimono. Ketika berlatih tari, penari mengenakan yukata sebagai
pengganti kimono agar kimono berharga mahal tidak rusak karena keringat. Aktor
kabuki mengenakan yukata ketika berdandan atau memerankan tokoh yang memakai
yukata. Pegulat sumo memakai yukata sebelum dan sesudah bertanding.
Musim panas berarti musim pesta kembang api dan matsuri di
Jepang. Jika terlihat orang memakai yukata, berarti tidak jauh dari tempat itu
ada matsuri atau pesta kembang api.
ü
.
Kimono Pria
Kimono pria dibuat dari bahan berwarna gelap seperti hijau
tua, coklat tua, biru tua, dan hitam.
Kimono paling formal
berupa setelan montsuki hitam dengan hakama dan haori
Bagian punggung montsuki dihiasi lambang keluarga pemakai.
Setelan montsuki yang dikenakan bersama hakama dan haori merupakan busana
pengantin pria tradisional. Setelan ini hanya dikenakan sewaktu menghadiri upacara
sangat resmi, misalnya resepsi pemberian penghargaan dari kaisar/pemerintah
atau seijin shiki.
Kimono santai kinagashi
Pria mengenakan kinagashi sebagai pakaian sehari-hari atau
ketika keluar rumah pada kesempatan tidak resmi. Aktor kabukimengenakannya
ketika berlatih. Kimono jenis ini tidak dihiasi dengan lambang keluarga.
5. Upacara Minum
Teh Jepang
Upacara minum teh (茶道 sadō, chadō?, jalan teh) adalah ritual
tradisional Jepangdalam menyajikan teh untuk tamu. Pada zaman dulu disebut
chatō (茶の湯?) ataucha no yu. Upacara minum teh yang diadakan di luar ruangan
disebut nodate. Teh disiapkan secara khusus oleh orang yang mendalami seni
upacara minum teh dan dinikmati sekelompok tamu di ruangan khusus untuk minum
teh yang disebutchashitsu. Tuan rumah juga bertanggung jawab dalam
mempersiapkan situasi yang menyenangkan untuk tamu seperti memilih lukisan
dinding (kakejiku), bunga(chabana), dan mangkuk keramik yang sesuai dengan
musim dan status tamu yang diundang.
Teh bukan cuma dituang dengan air panas dan diminum, tapi
sebagai seni dalam arti luas. Upacara minum teh mencerminkan kepribadian dan
pengetahuan tuan rumah yang mencakup antara lain tujuan hidup, cara berpikir,
agama, apresiasi peralatan upacara minum teh dan cara meletakkan benda seni di
dalam ruangan upacara minum teh (chashitsu) dan berbagai pengetahuan seni
secara umum yang bergantung pada aliran upacara minum teh yang dianut.
Seni upacara minum teh memerlukan pendalaman selama
bertahun-tahun dengan penyempurnaan yang berlangsung seumur hidup. Tamu yang
diundang secara formal untuk upacara minum teh juga harus mempelajari tata
krama, kebiasaan, basa-basi, etiket meminum teh dan menikmati makanan kecil
yang dihidangkan.
Pada umumnya, upacara minum teh menggunakan teh bubuk matcha
yang dibuat dari teh hijau yang digiling halus. Upacara minum teh menggunakan
matcha disebut matchadō, sedangkan bila menggunakan teh hijau jenis sencha
disebut senchadō. Dalam percakapan sehari-hari di Jepang, upacara minum teh
cukup disebut sebagai ocha (teh). Istilah ocha no keiko bisa berarti belajar
mempraktekkan tata krama penyajian teh atau belajar etiket sebagai tamu dalam
upacara minum teh.
6. Origami
Origami adalah sebuah
seni lipat yang berasal dari Jepang. Bahan yang digunakan adalah kertasatau kain
yang biasanya berbentuk persegi. Sebuah hasil origami merupakan suatu hasil
kerja tangan yang sangat teliti dan halus pada pandangan. Origami merupakan
satu kesenian melipat kertas yang dipercayai bermula sejak kertas diperkenalkan
pada abad pertama di zaman Tiongkok kuno pada tahun 105 Masehi oleh Ts'ai Lun.
Pembuatan kertas dari potongan kecil tumbuhan dan kain
berkualitas rendah meningkatkan produksi kertas. Contoh-contoh awal origami
yang berasal dari Tiongkok adalah tongkang (jung) dan kotak. Pada abad ke-6,
cara pembuatan kertas kemudian dibawa ke Spanyol oleh orang-orang Arab. Pada
tahun 610 di masa pemerintahan kaisar wanita Suiko (zaman Asuka), seorang biksu
Buddhabernama Donchō (Dokyo) yang berasal dari Goguryeo (semenanjung Korea)
datang ke Jepang memperkenalkan cara pembuatan kertas dantinta. Origami pun
menjadi populer di kalangan orang Jepang sampai sekarang terutama dengan kertas
lokal Jepang yang disebut Washi.
7. Etika Budaya
Masyarakat Jepang
Masyarakat Jepang: masyarakat yang tidak peduli pada agama
Dimulai dari ciri-ciri khusus masyarakat Jepang dibandingkan
dengan masyarakat Indonesia. Perbedaan yang paling besar antara masyarakat
Jepang dengan Indonesia adalah masyarakat Jepang tidak peduli pada agama. Dalam
undang-undang dasar Jepang, pemerintah tidak boleh ikut campur dalam urusan
agama. Dilarang keras memakai anggaran negara untuk hal-hal agama.
Dalam pasal 20 tertulis bahwa semua lembaga agama tidak
boleh diberi hak istimewa dari negara dan tidak boleh melaksanakan kekuatan politik,
negara dan instansinya tidak boleh melakukan kegiatan agama dan pendidikan
agama tertentu. Dan dalam pasal 89 tertulis bahwa uang negara tidak boleh
dipakai untuk lembaga agama. )
Maka di Jepang tidak ada ruangan untuk sembahyang seperti
mushala di instansi negara (termasuk sekolah), tidak ada Departmen Agama, tidak
ada sekolah agama negara (seperti IAIN di Indonesia). Menurut beberapa
penelitian, sekitar 70% orang Jepang menjawab tidak memeluk agama. Terutama,
pemuda Jepang sangat tidak peduli agama. (Pada tahun 1996, mahasiswa yang
mempercayai agama tertentu hanya 7.6%).
Orang Jepang tidak peduli orang lain agamanya apa, dan kalau
dia mempercayai agama tertentu, biasanya dia tidak suka memamerkan agamanya
sendiri. Orang Jepang tidak ikut campur urusan pribadi orang lain, dan masalah
agama dianggap sebagai urusan pribadi.
Di Jepang pernah orang Kristen menjadi Perdana Menteri,
namanya OHIRA Masayoshi, Masa jabatannya dari tahun 1978 sampai 1980. Memang
jumlah orang Kristen cuma 1% dari penduduk Jepang, tapi sama sekali tidak
menjadi masalah dan sama sekali tidak mempengaruhi kebijakannya. Hal itu tidak
dikatakan karena toleransi pada agama, lebih tepat disebut karena
ketidakpedulian orang Jepang pada agama. (Tetapi beberapa sekte tidak disukai
banyak orang.)
Etika orang Jepang tidak berdasar atas agama
Robert N Bellah, menerbitkan buku berjudul Tokugawa
Religion: The Cultural Roots of Modern Japan (1957) menganalisis kemajuan
Jepang berdasar teori Max Weber yaitu Die Protestantische Ethik und der “Geist”
des Kapitalismus (1905), menjelaskan peranan nilai agama pramodern itu dalam
proses modernisasi. Tetapi menurut saya teori Bellah ini sangat diragukan.
Bellah mengatakan ajaran “Sekimon shingaku” (Ilmu moral oleh ISHIDA Baigan) itu
memerankan sebagai etos untuk modernisasi ekonomi. Selain itu, ada yang menilai
ajaran salah satu sekte Buddha Jepang Jodo Shinshu sebagai etos seperti
Protestan. Tentu saja ajaran-ajaran itu mementingkan kerja keras, mirip dengan
ajaran Puritanisme (memang Islam juga). Di Jepang modernisasi di dalam bidang
ekonomi dilakukan oleh pemerintah Meiji. Ideologi pemerintah Jepang adalah
Shinto versi negara. Jadi, teori Max Weber tidak bisa diterapkan kepada Jepang.
Di Jepang tidak ada agama yang mendorong proses kapitalisme. Jepang dipenuhi
dengan porno, dilimpah dengan tempat judi, orang Jepang suka sekali minum
minuman keras. Tetapi pada umumnya orang Jepang masih berdisiplin, bekerja
keras, masyarakat Jepang sedikit korupsi, lebih makmur, tertib, efisien, bersih
dan aman (setidak-tidaknya tidak terjadi konflik antar agama) daripada
Indonesia. Bagi orang Jepang, porno, judi, minuman keras, semua hanya sarana
hiburan saja untuk menghilangkan stres. Kebanyakan orang Jepang tidak sampai
adiksi/kecanduan.
8. Dorama
jepang
Dorama atau yang biasa orang Indonesia sebut dengan drama di
jepang industri pembuat film dorama bisa di bilang cukup maju karena dorama
keluaran jepang biasanya mempunyai jalan cerita yang susah ditebak dan
mempunyai makna yang dalam mengenai kehidupan dan sifat kemanusiaan.
Saya ambil contoh dari film Rurouni Kenshin, dalam cerita
tersebut memang kenshin dulunya seorang pembunuh tapi dia telah bersumpah untuk
tidak membunuh lagi sampai kapanpun dia rela biar di ejek dan diangap remeh
tapi dia masih memegang sumpah nya. Dari cerita tersebut kita bisa mengambil
makna bila kita berjanji/bersumpah peganglah janji itu jangan sampai
mengingkari janji yang telah dibuat, buakn cuma itu saja masih banyak lagi flm
jepang yang mempunyai makna dalam kehidupan.
9. music
Jepang juga terkenal dengan musik nya mulai dari aliran
J-pop, J-rock, dan Idol Grup masing masing aliran mempunyai cirri khas
tersendiri dari musiknya seperti:
Ø
J-pop : yang biasa mendengar lagu dari opening
anime pasti tau karena biasanya aliran J-POP ini di gunakan sebagai sound track
dari film atau anime karena dalam lagu yang beraliran J-POP ini mempunyai arti
untuk penyemagat dan memotivasi diri kita.
Ø
J-rock: adalah aliran music yang bisa di bilang
kaya dengan makna dan lirik yang menggambar kan diri kita yang mendengar nya
dan biasanya music nya bisa membuat kita semangat dengan seketika
Ø
Idol Grup: untuk yang satu ini kalian pasti tau
mana mungkin bagi para pencinta jepang tidak tau yang namanya Idol Grup karena
lagu yang dinyanyikan oleh merekan bisa membuat kita semangat, ceria, dan sedih
karena lagu yang dinyanyikna mereka bisa membuat kita berfikir dengan lebih
jernih.
Demikian Info yang
saya bisa berikan mengenai budaya jepang saya mohon maaf bila ada
kesalahan dalam menulis karana manusia tidak ada yang sempurna oleh karna itu
kita dapat saling mengerti bila ada salah kata. Namun ada beberapa point yang
dapat kami simpulkan yang berupa penilaian atau argumentasi terhadap budaya
jepang.
1.
Keanekaragaman buadaya jepang memiliki nilai esensi yang tinggi dengan
karakteristik yang berbeda-beda.
2. Indonesia
perlu memaplikasikan program-program masyarakat jepang dalam mempertahankan
budyanya.
3. Kebudayaan
jepang memiliki nilai budaya yang tinggi, yang sampai sekarang masih mengkombinasikan
budaya tradisionalnya ditengah zaman modern saat ini.
4. Kebudayaan
Jepang sangat tertata, rapih dan lebih tradisionalis
Semoga info ini dapat
memberikan inspirasi bagi kita semua untuk selalau menjaga dan melestarikan
budaya agar dapat menjadi buah tangan bagi cucu kita nanti. Terimakasih atas
semua pihak yang telah mendukung tersusunya makalah ini.
Sumber:
Tomio Takahashi. Sei-i Taishōgun mō hitotsu no kokkashuken.
Chūkōshinso, 1987.
Dalby, Liza (2001). Kimono: Fashioning Culture. Washington,
USA: University
0 komentar:
Posting Komentar